Sejarah Wali Songo Sunan Kalijaga
Walisongo - Untuk cerita / kisah sejarah
wali 9 secara lengkap sudah saya jelaskan di artikel sebelumnya kali
ini saya akan membahasa satu walisongo yaitu Sejarah Sunan Kalijaga secara
lengkap. beliau adalah seorang wali 9 yang berperean menyebarkan gama
Islam di tanah Jawa indonesia. berikut kisah dari perjalanan nama sunan Kalijaga dari masa kecil nama asli dari beliau sunan Sunan Kalijaga sebagai tertua
di walisongo.
Walisongo-Sunan
Kalijaga Nama asli beliau adalah Raden Said. Putra Dari Adipati Tuban
Yaitu Tumenggung Wilatikta Tumenggung Wilaktita Sering kali disebut Raden
Sahur, walaupun dia termasuk keturunan ranggalawe yang beragama hindu tapi
raden sahur sendiri sudah masuk islam.
Sunan kalijaga
sangat berperan sekali dalam penyebaran agama Islam di pulau jawa. beliau
banyak merubah tradisi orang jawa menjadi tradisi yang membawa masarakat jawa
menerima ajaran Islam yang di ajarkan sunan kalijaga.
Diceritakan Sejak
kecil Sunan Kalijaga / Raden Said sudah diperkenalkan kepada agama Islam oleh
guru agama Kadipaten Tuban. Tetapi karena melihat keadaan sekitar atau
lingkungan yang kontradiksi dengan kehidupan rakyat jelata maka jiwa Sunan
Kalijaga / Raden Said berontak.
Gelora jiwa muda
Sunan Kaljaga / Raden Said seakan meledak-ledak manakala melihat praktek oknum
pejabat Kadipaten Tuban di saat menarik pajak pada penduduk atau rakyatjelata.
Rakyat yang pada
waktu itu sudah sangat menderita dikarenakan adanya musim kemarau panjang,
semakin sengsara, mereka harus membayar pajak yang kadangkala tidak sesuai
dengan ketentuan yang ada. Bahkan jauh dari kemampuan mereka. Seringkali jatah
mereka untuk persediaan menghadapi.
Rakyat yang pada
waktu itu sudah sangat menderita dikarenakan adanya musim kemarau panjang,
semakin sengsara, mereka harus membayar pajak yang kadangkala tidak sesuai dengan
ketentuan yang ada. Bahkan jauh dari kemampuan mereka. Seringkali jatah mereka
untuk persediaan menghadapi musim panen berikutnya sudah disita para penarik
pajak.
Walau sunan
Kalijaga / Raden Said putra seorang bangsawan dia lebih menyukai kehidupan yang
bebas, yang tidak terikat oleh adat istiadat kebangsawanan. Dia gemar bergaul
dengan rakyat jelata atau dengan segaia lapisan masyarakat, dari yang paling
bawah hingga yang paling atas. Justru karena pergaulannya yang supel itulah dia
banyak mengetahuiseluk-beluk kehidupan rakyatTuban.
Niat untuk
mengurangi penderitaan rakyat sudah disampaikan kepada ayahnya. Tapi agaknya
ayahnya tak bisa berbuat banyak. Dia cukup memahaminya pula posisi ayahnya
sebagai adipati bawahan Majapahit. Tapi niat itu tak pernah padam.Jika
malam-malam sebelumnya dia sering berada di dalam kamarnya sembari
mengumandangkan ayat-ayat suci Al- Qur’an maka sekarang dia keluar rumah.
Di saat penjaga
gudang Kadipaten tertidur lelap, Sunan Kalijaga / Raden Said mengambil sebagian
hasil bumi yang ditarik dari rakyat untuk disetorkan ke Majapahit. Bahan makan
itu dibagi-bagikan kepada rakyat yang sangat membutuhkannya.Hal ini dilakukan
tanpa sepengetahuan mereka.
Tentu saja rakyat
yang tak tahu apa-apa itu menjadi kaget bercampur girang menerima rezeki yang
tak diduga-duga. Walau mereka tak pernah tahu siapa gerangan yang memberikan
rezeki itu sebabnya Raden Said melakukannya di malam hari secara
sembunyi-sembunyi.
Bukan hanya rakyat
yang terkejut atas rezeki yang seakan turun dari langit itu. Penjaga gudang
Kadipaten juga merasa kaget, hatinya kebat- kebit, soalnya makin hari
barang-barang yang hendak disetorkan ke pusat kerajaan Majapahit itu makin
berkurang.
la ingin mengetahui siapakah pencuri barang hasil bumi di dalam gudang itu.
Suatu malam ia sengaja mengintip dari kejauhan, dari balik sebuah rumah,
takjauh dari gudang Kadipaten.
Dugaannya benar,
ada seseorang membuka pintu gudang, hampirtak berkedip penjaga gudang itu
memperhatikan, pencuri itu. Dia hampir tak percaya, pencuri itu adalah Raden
Said / sunan Kalijaga , putra junjungannya sendiri.
Untuk melaporkannya sendiri kepada Adipati Wilatikta ia tak berani. Kuatir
dianggap membuat fitnan. Maka penjaga gudang itu hanya minta dua orang saksi
dari sang Adipati untuk memergoki pencuri yang mengambil hasil bumi rakyat yang
tersimapn di gudang.
Raden Said / sunan
Kalijaga tak pernah menyangka bahwa malam itu perbuatannya bakal ketahuan.
Ketika ia hendak keluar dari gudang sambil membawa bahan-bahan makanan tiga
orang prajurit Kadipaten menangkapnya beserta barang bukti yang dibawanya.
Raden Said / sunan Kalijaga dibawa ke hadapan ayahnya. Adipati Wilatikta marah
melihat perbuatan anaknya itu. Raden Said / sunan Kalijaga tidak menjawab untuk
apakah dia mencuri barang-barang hasil bumi yang hendak disetorkan ke Majapahit
itu.
Tapi untuk itu
Raden Said / sunan Kalijaga harus mendapat hukuman, karena kejahatan mencuri
itu baru pertama kali dilakukannya maka dia hanya mendapat hukuman cambuk dua
ratus kali pada tangannya. Kemudian disekap selama beberapa hari, tak boleh keluar
rumah. Jerakah Raden Sain / sunan Kalijaga atas hukuman yang sudah diterimanya
?
Sesudah keluar
dari hukuman dia benar-benar keluar dari lingkungan istana. Tak pernah pulang
sehingga membuat cemas ibu dan adiknya. Apa yang dilakukan Raden Said selanjutnya
?
Dia mengenakan
topeng khusus, berpakaian serba hitam dan kemudian merampok harta orang-orang
kaya di Kabupaten Tuban. Terutama orang kaya yang pelit dan para pejabat
Kadipaten yang curang.
Harta hasil
rampokan itupun diberikannya kepada fakir miskin dan orang-orang yang menderita
lainnya. Tapi ketika perbuatannya ini mencapai titik jenuh ada saja orang yang
bermaksud mencelakakannya.
Ada seorang
pemimpin perampok sejati yang mengetahui aksi Raden Said menjarah harta pejabat
kaya, kemudian pemimpin rampok itu mengenakan pakaian serupa dengan pakaian
Raden Said, bahkan juga mengenakan topeng seperti topeng Raden Said juga.
Pada suatu malam,
Raden Said yang baru saja menyelesaikan shalat Isya’ mendengar jerit tangis
para penduduk desa yang kampungnya sedang dijarah perampok.
Dia segera
mendatangi tempat kejadian itu. Begitu mengetahui kedatangan Raden Said kawanan
perampok itu segera berhamburan melarikan diri. Tinggal pemimpin mereka yang
sedang asyik memperkosa seorang gadis cantik.
Raden Said mendobrak
pintu rumah si gadis yang sedang diperkosa. Didalam sebuah kamar dia melihat
seseorang berpakaian seperti dirinya, juga mengenakan topeng serupa sendang
berusaha mengenakan pakaiannya kembali. Rupanya dia sudah selesai memperkosa
gadis itu.
Raden Said
berusaha menangkap perampok itu. Namun pemimpin rampok itu berhasil melarikan
diri. Mendadak terdengar suara kentongan di - pukul bertalu-talu, penduduk dari
kampung lain berdatangan ke tempat itu. Pada saat itulah si gadis yang baru
diperkosa perampok tadi menghamburkan diri dan menangkap erat-erat tangan Raden
Said. Raden Said pun jadi panik dan kebingungan. Para pemuda dari kampung lain
menerobos masuk dengan senjata terhunus. Raden Said ditangkap dan dibawah ke
rumah kepala desa.
Kepala desa yang
merasa penasaran mencoba membuka topeng di wajah Raden Said. Begitu mengetahui
siapa orang dibalik topeng itu sang kepala desa jadi terbungkam.
Sama sekali tak
disangkanya bahwa perampok itu adalah putra junjungannya sendiri yaitu Raden Said.
Gegerlah masyarakat pada saat itu. Raden Said dianggap perampok dan pemerkosa.
Si gadis yang diperkosa adalah bukti kuat dan saksi hidup atas kejadian itu.
Sang kepala desa
masih berusaha menutup aib junjungannya. Diam- diam ia membawa Raden Said ke istana
Kadipaten Tuban tanpa diketahui orang banyak.
Tentu saja sang
Adipati menjadi murka. Raden Said yang selama ini selalu merasa sayang dan
selalu membela anaknya kali ini juga naik pitam. Raden Said diusir dari wilayah
Kadipaten Tuban.
“Pergi dari Kadipaten
Tuban ini ! Kau telah mencoreng nama baik keluargamu sendiri ! Pergi ! Jangan
kembali sebelum kau dapat menggetarkan dinding-dinding istana Kadipaten Tuban
ini dengan ayat- ayat Al-Qur'an yang sering kau baca di malam hari!"
Sang Adipati
Wilatikta juga sangat terpukul atas kejadian itu. Raden Said yang diharapkan
dapat menggantikan kedudukannya selaku Adipati Tuban ternyata telah menutup
kemungkinan kearah itu. Sirna sudah segala harapan sang Adipati.
Hanya ada satu
orang yang tak dapat mempercayai perbuatan Raden Said, yaitu Dewi Rasawulan,
adik Raden Said itu berjiwa bersih luhur dan sangat tidak mungkin melakukan
perbuatan keji. Dewi Rasawulan yang sangat menyayangi kakaknya itu merasa
kasihan, tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya dia meninggalkan istana Kadipaten
Tuban untuk mencari Raden Said untuk diajak pulang.
MENCARI GURU SEJATI
Kemanakah Raden
Said sesudah diusir dari Kadipaten Tuban ? Ternyata ia mengembara tanpa tujuan
pasti. Pada akhirnya dia menetap di hutan Jatiwangi. Selama bertahun-tahun dia
menjadi perampok budiman. Mengapa disebut perampok budiman ? Karena hasil
rampokan itu tak pernah dimakannya. Seperti dulu, selalu diberikan kepada fakir
miskin.
Yang dirampoknya
hanya para hartawan atau orang kaya yang kikir, tidak menyantuni rakyatjelata,
dan tidak mau membayar zakat.
Di hutan Jatiwangi
dia membuang nama aslinya. Orang menyebutnya sebagai Brandal Lokajaya.
Pada suatu hari,
ada seorang berjubah putih lewat di hutan Jatiwangi. Dari jauh Brandal Lokajaya
sudah mengincarnya. Orang itu membawa sebatang tongkat yang gagangnya
berkilauan.
Terus diawasinya
orang tua berjubah putih itu. Setelah dekat dia hadang langkahnya . Tanpa
banyak bicara lagi direbutnya tongkat itu dari tangan lelaki berjubah putih.
Karena tongkat itu dicabut dengan paksa maka orang berjubah putih itu jatuh
tersungkur. Dengan susah payah orang itu bangun, sepasang matanya mengeluarkan
air walau tak ada suara tangis dari mulutnya. Raden Said pada saat itu sedang
mengamat-amati gagang tongkat yang dipegangnya. Ternyata tongkat itu bukan
terbuat dari emas, hanya gagangnya saja terbuat dari kuningan sehingga
berkilauan tertimpa cahaya matahari, seperti emas. Raden Said heran melihat
orang itu menangis. Segera diulurkannya kembali tongkat itu, “Jangan menangis,
ini tongkatmu kukembalikan.”
“Bukan tongkat ini
yang kutangisi," ujar lelaki itu sembari memperlihatkan beberapa batang
rumput di telapak tangannya. “Lihatlah ! Aku telah berbuat dosa, berbuat
kesia-siaan. Rumput ini tercabut ketika aku jatuh tersungkurtadi.”
“Hanya beberapa
lembar rumput. Kau merasa berdosa ?" tanya Raden Said heran.
“Ya, memang
berdosa ! Karena kau mencabutnya tanpa suatu keperluan. Andaikata kucabut guna
makanan ternak itu tidak mengapa. Tapi untuk suatu kesia-siaan benar-benar
suatu dosa!” jawab lelaki itu.
Hati Raden Said
agak tergetar atas jawaban yang mengandung nilai iman itu.
“Anak muda
sesungguhnya apa yang kau cari di hutan ini ?"
"Saya
menginginkan harta ?"
“Untuk apa ?"
“Saya berikan
kepada fakir miskin dan penduduk yang menderita”. “Hem, sungguh mulia hatimu,
Sayang .... caramu mendapatkan-nya yang keliru”.
"Orang tua
apa maksudmu ?”
“Boleh aku
bertanya anak muda ?"desah orang tua itu, “Jika kau mencuci pakaianmu yang
kotor dengan air kencing, apakah tindakanmu itu benar?”
"Sungguh
perbuatan bodoh," sahut Raden Said. “Hanya menambah kotor dan bau pakaian
itu saja.”
Lelaki itu
tersenyum, "Demikian pula amal yang kau lakukan. Kau bersedekah dengan
barang yang di dapat secara haram, merampok atau mencuri, itu sama halnya
mencuci pakaian dengan air kencing.”
Raden Said
tercekat. Lelaki itu melanjutkan ucapannya, “Allah itu adalah zat yang baik,
hanya menerima amal dari barang yang baik atau halal.”
Raden Said makin tercengan
mendengar keterangan itu. Rasa malu mulai menghujam lubuh hatinya. Betapa
keliru perbuatannya selama ini. Di pandangnya sekali lagi wajah lelaki berjubah
putih itu. Agung dan berwibawa namun mencerminkan pribadi yang welas asih. Dia
mulai suka dan tertarik pada lelaki berjubah putih itu.
“Banyak hal yang
terkait dalam usaha mengentas kemiskinan dan penderitaan rakyat pada saat ini.
Kau tidak bisa merubahnya hanya dengan memberi bantuan makan dan uang kepada
para penduduk miskin. Kau harus memperingatkan para penguasa yang zalim agar
mau merubah
Raden Said semakin
terpana, ucapan seperti itulah yang didambakannya selama ini. “Kalau kau tak
mau kerja keras, dan hanya ingin beramal dengan cara yang mudah maka ambiliah
itu. Itu barang halal. Ambillah sesukamu!”
Berkata demikian
lelaki itu menunjuk pada sebatang pohon aren. Seketika pohon itu berubah
menjadi emas seluruhnya. Sepasang mata Raden Said terbelalak. Dia adatah
seorang pemuda sakti, banyak ragam pengalaman yang telah dikecapnya. Berbagai
ilmu yang aneh-aneh telah dipelajarinya. Dia mengira orang itu mempergunakan
ilmu sihir, kalau benar orang itu mengeluarkan ilmu sihir ia pasti dapat
mengatasinya.
Tapi, setelah ia
mengerahkan ilmunya, pohon aren itu tetap berubah menjadi emas. Berarti orang
itu tidak mempergunakan sihir. la benar-benar merasa heran dan penasaran.ilmu
apakah yang telah dipergunakan orang itu sehingga mampu merubah pohon aren
berubah menjadi emas ?
Selama beberapa
saat Raden Said terpukau di tempatnya berdiri. Dia mencoba memanjat pohon aren
itu. Benar-benar berubah menjadi emas seluruhnya. la ingin mengambil buah aren
yang telah berubah menjadi emas berkilauan itu. Mendadak buah aren itu rontok,
berjatuhan mengenai kepala Raden Said. Pemuda itu terjerembab ke tanah. Roboh
dan pingsan.
Ketika ia sadar,
buah aren yang rontok itu telah berubah lagi menjadi hijau seperti aren-aren
lainnya. Raden Said bangkit berdiri, mencari orang berjubah putih tadi. Tapi
yang dicarinya sudah tak ada di tempat.
Ucapan orang tua
itu masih terngiang di telinganya. Tentang beramal dengan barang haram yang
disamakan dengan mencuci pakaian dengan air kencing.Tentang berbagai hal yang
terkait dengan upaya memberantas kemiskinan.
Raden Said
mengejar orang itu. Segenap kemampuan dikerahkannya untuk berlari cepat
akhirnya dia dapat melihat bayangan orang itu dari kejauhan.
Sepertinya santai
saja orang itu melangkahkan kakinya, tapi Raden Said tak pernah bisa
menyusulnya. Jatuh bangun, terseok-seok dan berlari lagi, demikianlah, setelah
tenaganya terkuras habis dia baru sampai di belakang lelaki berjubah putih itu.
Lelaki berjubah
putih itu berhenti, bukan karna kehadiran Raden Said melainkan di depannya
terbentang sungai yang cukup lebar. Tak ada jembatan, dan sungai itu tampaknya
dalam, dengan apa dia harus menyeberang.
“Tunggu ’’ ucap
Raden Said ketika melihat orang tua itu hendak
melangkahkan
kakinya lagi.
"Sudilah Tuan
menerima saya sebagai murid “ pintanya.
"Menjadi
muridku ?” tanya orang itu sembari menoleh.
“Maubelajarapa ?”
“Apa saja, asal
Tuan menerima saya sebagai murid ”
“Berat, berat
sekali anak muda, bersediakah kau menerima syarat-
syaratnya ?”
“Saya bersedia
"
Lelaki itu
kemudian menancapkan tongkatnya di tepi sungai. Raden Said diperintahkan
menungguinya. Tak boleh beranjak dari tempat itu sebelum lelaki itu kembali
menemuinya.
Raden Said
bersedia menerima syarat ujian itu.
Selanjutnya lelaki
itu menyeberangi sungai. Sepasang mata Raden Said terbelalak heran, lelaki itu
berjalan di atas air bagaikan berjalan di daratan saja. Kakinya tidak basah
terkena air.la semakin yakin bahwa calon gurunya itu adalah seorang lelaki
berilmu tinggi.waskita dan mungkin saja golongan para wali.
Setelah lelaki itu
hilang dari pandangan Raden Said, pemuda itu duduk bersila dia teringat suatu
kisah ajaib yang dibacanya di dalam Al-Qur’an yaitu kisah Ashabul Kahfi ,maka
ia segera berdo’a kepada Tuhan supaya ditidurkan seperti para pemuda di goa
Kahfi ratusan tahun silam.
Do'anya
dikabulkan. Raden Said tertidur dalam samadinya selama tiga tahun. Akar dan rerumputan
telah merambati sekujur tubuhnya dan hampir menutupi sebagian besaranggota
tubuhnya.
Setelah tiga tahun
lelaki berjubah putih itu datang menemui Raden Said. Tapi Raden Said tak bisa
dibangunkan. Barulah setelah mengumandangkan adzan, pemuda itu membuka sepasang
matanya.
Tubuh Raden Said
dibersihkan, diberi pakaian baru yang bersih. Kemudian dibawa ke Tuban. Mengapa
ke Tuban ? Karena lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang. Raden Said
kemudian diberi pelajaran agama sesuai dengan tingkatannya, yaitu tingkat para
waliullah. Di kemudian hari Raden Said terkenal sebagai Sunan Kalijaga.
Kalijaga artinya
orang yang menjaga sungai. Kerena dia pernah bertapa di tepi sungai. Ada yang
mengartikan Sunan Kalijaga adalah penjaga aliran kepercayaan yang hidup pada
masa itu. Dijaga maksudnya supaya tidak membahayakan ummat, melainkan diarahkan
kepada ajaran Islam yang benar.
Ada juga yang
mengartikan legenda pertemuan Raden Said dengan Sunan Bonang hanya sekedar
simbol saja. Kemanapun Sunan Bonang pergi selalu membawa tongkat atau pegangan
hidup, itu artinya Sunan Bonang selalu membawa agama, membawa iman sebagai
penunjuk jalan kehidupan.
Raden Said
kemudian disuruh menunggui tongkat atau agama di tepi sungai. Itu artinya Raden
Said diperintah untuk terjun ke dalam kancah masyarakat Jawa yang banyak
mempunyai aliran kepercayaan dan masih berpegang pada agama lama yaitu Hindu
dan Budha.
Sunan Bonang mampu
berjalan di atas air sungai tanpa amblas ke dalam sungai. Bahkan sedikit pun ia
tidak terkena percikan air sungai. Itu artinya Sunan Bonang dapat bergaul
dengan masyarakat yang berbeda agama tanpa kehilangan identitas agama yang
dianut oleh Sunan Bonang sendiri yaitu Islam.
KERINDUAN SEORANG IBU
Setelah
bertahun-tahun ditinggalkan kedua anaknya, permaisuri Adipati Wilatikta seperti
kehilangan gairah hidup. Terlebih setelah usaha Adipati Tuban menangkap para
perampok yang mengacau Kadipaten Tuban membuahkan hasil. Hati ibu Raden Said
seketika berguncang.
Kebetulan saat
ditangkap oleh para prajurit Tuban,kepala rampok itu mengenakan pakaian dan
topeng yang persis dikenakan Raden Said. Rahasia yang selama ini tertutup rapat
terbongkarlah sudah. Dari pengakuan perampok itu tahulah Adipati Tuban bahwa
Raden Said tidak bersalah.
Ibu Raden Said
menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar telah menyesal mengusir anak yang
sangat disayanginya itu. Sang Ibu tak pernah tahu bahwa anak yang didambakannya
itu bertahun-tahun kemudian sudah kembali ke Tuban. Hanya saja tidak langsung
ke Istana Kadipaten Tuban, melainkan ke tempat tinggal Sunan Bonang.
Untuk mengobati
kerinduan sang Ibu. Tidak jarang Raden Said mengerahkan ilmunya yang tinggi.
Yaitu membaca Qur’an dari jarak jauh lalu suaranya dikirim ke istana Tuban.
Suara Raden Said
yang merdu itu benar-benar menggetarkan dinding- dinding istana Kadipaten.
Bahkan mengguncangkan isi hati Adipati Tuban dan isterinya. Tapi Raden Said,
masih belum menampakkan diri. Banyak tugas yang masih dikerjakannya. Di
antaranya menemukan adiknya kembali. Pada akhirnya, dia kembali bersama adiknya
yaitu Dewi Rasawulan. Tak terkirakan betapa bahagianya Adipati Tuban dan
isterinya menerima kedatangan putra-putri yang sangat dicintainya itu.
Karena Raden Said
tidak bersedia menggantikan kedudukan ayahnya khirnya kedudukan Adipati Tuban
diberikan kepada cucunya sendiri yaitu putra Dewi Rasawulan dan Empu Supa.
Raden Said
meneruskan pengembaraannya. Berdakwah atau menye- barkan agama Islam di Jawa
Tengah hingga ke Jawa Barat. Beliau sangat arif dan bijaksana dalam berdakwah
sehingga dapat diterima dan dianggap sebagai Guru Suci se Tanah Jawa, dari
petani, pejabat, pedagang, bangsawan dan raja-raja dapat menerima ajaran Sunan
Kalijaga yang berciri khas Jawa namun tetap Islami. Dalam usia lanjut beliau
melilih Kadilangu sebagai tempat tinggalnya yang terakhir. Hingga sekarang
beliau dimakamkan di Kadilangu, Demak. Semoga amal perjuangannya diterima
disisi Allah.
0 Response to "Sejarah Khusus Suna Kalijaga"
Post a Comment