Hikmah Membaca Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jilani
Manaqib bisa diartikan “riwayat hidup” yang
berhubungan dengan sejarah kehidupan orang orang besar atau tokoh tokoh penting
seperti biodata tentang kelahirannya, silsilah keturunanya, kegiatan dan
perjuanganya, guru gurunya, sifat sifatnya dan ahlak pribadinya dalam hal ini
Syeh Abdul Qadir Jailani.
Manaqiban Sudah menjadi budaya bagi orang-orang ahlu
toriqoh untuk membaca manaqib sebagai rasa cinta kepada seorang mursyid dan
untuk di tauladani ahlak ahlak para guru gurunya, dalam pembacaan manaqib harus
terlebih dahulu diawali dengan khadloroh dan kemudian membaca tahlil
bersama-sama,pemimpin atau yang membaca manaqib baru memulai membaca manaqib
dengan beberapa membaca sholawat nabi.
Hukum Membaca manaqib
Membaca dan mendengarkan manaqiban, mempelajari atau
mengetahui segala sesuatu dengan kehidupan riwayat hidup seorang tokoh - tokoh sahabat nabi Muhamad SAW, para ulama
Tabi’iin, Ulama Mujahidin, dan Parawaliyullah dan lain lainya dengan tujuan
untuk di petik dan dijadikan pelajaran dan contoh unsur keteladdananya yang
baik adalah sangat besar Faidah dan manfaatnya dan termasuk diajnurkan Agama
sebagai mana dalam al-Qur’an surat Yusuf
, ayat 111
Yang Artinya : Sesungguhnya pada kisah mereka
mengandung suri keteladanan bagi orang orang yang berakal”
Dari uraian diatas dengan rasa cinta dan ingin kita
mensuritauladani mereka orang orang soleh maka membaca manaqib ( riwayat orang
orang soleh ) boleh saja, dalam hal ini pembacaan manaqib syeh abdul qadir
jailani kita ingin mengenal beliau supaya kita bisa mengikuti amalan amalan
soleh beliau.
Sedangkan salah satu hal yang bisa menambah rasa
kecintaan kita kepada para wali adalah dengan membaca manaqibnya. Dengan
membaca manaqibnya kita bisa mengetahui kesalehan dan kebaikannya, dan hal ini
tentunya akan menambah kecintaan kita kepadanya.
Dari sini dapat kita pahami bahwa membaca manaqib
Syaikh Abdul Qadir Jilani itu sangat baik. Karena akan menambah kecintaan kita
kepada beliau, yang notebenenya adalah salah seorang wali Allah, bahkan beliau
disemati gelar sebagai sulthan al-awliya` atau pemimpin para wali.
“Ketahuilah! Seyogyanya bagi setiap muslim yang
mencari keutamaan dan kebaikan, agar ia mencari berkah dan anugrah, terkabulnya
doa dan turunnya rahmat di depan para wali, di majelis-majelis dan kumpulan
mereka, baik yang masih hidup ataupun sudah mati, di kuburan mereka, ketika
mengingat mereka, dan ketika banyak orang berkumpul dalam berziarah kepada
mereka, serta ketika mengingat keutamaan mereka, dan pembacaan riwayat hidup
mereka”. (Alawi al-Haddad, Mishbah al-Anam wa Jala` azh-Zhulam,
Istanbul-Maktabah al-Haqiqah, 1992 M, h. 90)
Sedangkan mengenai suguhan makanan baik sebelum atau
setelah manaqiban pada dasarnya merupakan penghormatan kepada para tamu yang
diundang. Dengan kata lain, penyuguhan itu dalam rangka memuliakan tamu,
sedangkan kita dianjurkan memulianan tamu. Karena memuliakanntamu termasuk
salah satu tanda dari kesempurnaan atau benarnya keimanan kita. Hal ini
sebagaimana sabda Rasulullah saw; “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir (dengan iman yang sempurna) maka hendaknya ia memuliakan tamunya”
(H.R. Bukhari-Muslim).
“Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk
memuliakan tamu, dan mengkategorikan pemulian kepada tamu sebagai salah satu
tanda benarnya keimanan. Sungguh, Nabi saw telah bersabda; ‘Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir (dengan iman yang sempurna) maka hendaknya
ia memuliakan tamunya” (Lihat, Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un
al-Islamiyyah-Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Mesir-Mathabi`
Dar ash-Shafwah, cet ke-1, juz, 24, h. 218)
0 Response to "HIKMAH MEMBACA MANAQIB SYEH ABDUL QADIR JAILANI"
Post a Comment